Senin, 22 April 2013

PENELITIAN TINDAKAN KELAS




UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI METODE STRUKTUR  ANALITIK SINTESIS (SAS) PADA SISWA KELAS I  SDN CIPINANG BESAR SELATAN 20 PAGI SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh:
WENING SURATI, S.Pd.SD
NIP.  196206231982012002

BAB I
PENDAHULUAN
A.         Latar Belakang
Pelajaran Bahasa Indonesia adalah pelajaran yang mempelajari tentang ketata bahasaan yang dikaji dari segi kebahasaan sebagai alat komunikasi manusia yang digunakan sehari-hari oleh bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi mempunyai ranah penting yang menjadi penyampain ide, gagasan dan pesan oleh penguna bahasa. Dalam berbahasa perlu memperhatikan keterampilan reseptif yang terdiri dari empat aspek yaitu, mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Dari ke empat keterampilan tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan, karena mempunyai keterkaitan yang kuat untuk pembetukan bahasa terutama dalam bahasa indonesia. Supaya lebih peka dalam Bahasa Indonesia yang sesuai kaidah, maka Bahasa Indonesia sangat penting dipelajari sejak dini oleh anak.
Pelajaran Bahasa Indonesia penting dipelajari supaya siswa dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Baik dari kajian bahasa Indonesia mempunyai makna, bahwa bahasa dapat dikatakan baik apabila struktur bahasa sudah sesuai dengan sematik bahasa. Bahasa dikata benar apabila bahasa Indonesia digunakan sesuai kondisi dalam lingkupnya. Dari dua hal tersebut bahasa antara baik dan benar harus selaras dalam menciptakan bahasa indonesia yang mempunyai identitas yang tinggi dimasyarakat. Jika bahasa Indonesia sudah mempunyai Identitas dimata masyarakat, maka bangasa Indonesia dapat menerapkan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari empat aspek, diantaranya adalah  membaca. Banyak permasalahan yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam membaca yakni dalam pemahaman teks,maka peneliti akan meneliti tetang pelajaran Bahasa Indonesia yang mengacu pada aspek membaca dengan memahami teks pendek dan membaca nyaring. pentingnya mempelajari teks pendek dengan membaca nyaring supaya siswa dapat membaca, memhami isi teks pendek.
Membaca dan memahami isi teks pendek oleh siswa tidak mudah perlu latihan yang intensif. Namun, dalam kenyataannya pada Standar Kompetensi siswa masih mengalami kesulitan. Disini peleliti lebih berpikir keras bagaiman kebarhasilan siswa dalam membaca dan memahami teks lebih maksimal. Dari data nyata yang ditemui dilapangan hasil belajar siswa kurang termotivasi. Untuk mengukur kemampuan siswa dapat dilakukan dengan melihat hasil ulangan harian siswa, misalnya siswa dapat membaca teksnya tetapi kurang memahami isinya atau siswa baru dapat membaca per suku kata, bahkan ada siswa yang belum biasa membaca per huruf. Siswa yang belum bisa membaca per huruf dikarenakan siswa kurang memahami huruf demi huruf, sehingga sulit untuk membaca maka perlu diadakan latihan secara rutinitas. Siswa yang belum bisa membaca, memahami isi teks siswa tersebut tidak dapat mengerjakan tugas atau materi yang diberikan oleh gurunya. Dari dampak itu, maka nilai yang didapat oleh siswa kurang memuaskan atau dibahwa nikai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Terbukti, hasil ulangan yang telah dilakukan dari 39 siswa, 20 siswa sudah bisa membaca dengan lancar, sedangkan 15 siswa masih membaca per suku kata dan 4 siswa masih membaca per huruf.
Hal ini, dikarenakan selama ini penulis masih menggunakan cara mengajar yang konvensional dan belum menggunakan metode yang bervariasi. Dari sekian banyak guru masih terbelenggu dengan metode ceramah yang dianggapnya lebih mudah dan mampu membawa perubahan dalam kegiatan belajar mengajar, padahal dengan metode ceramah siswa tidak sepenuhnya memahami, apalagi bagi siswa yang memilki daya tangkap yang kurang.
Membuat suatu perubahan tidak mudah banyak cara dan metode yang digunakan namun keberhasilan itu tidak maksimal seperti metode ceramah. Untuk itu diperlukan metode yang bisa membawa siswa membaca dan memhami teks supaya hasil pelajaran Bahasa Indonesia maksimal. dalam hal ini, metode yang digunakan  oleh penulis adalah metode Struktur Analisis Sintetik (SAS). Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula. Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan (MMP) dengan metode SAS mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Jadi dengan mengunakan metode SAS siswa dapat memahami dan mampu merangkai kata dengan tulisan yang ditepat. Sudah banyak yang berhasil dalam menggunakan metode SAS, kurang lebih 75% siswa meningkat dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Maka untuk menerusakan penelitian ini penulis mengunakan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Menggunakan Metode Struktur  Analitik Sintesis (SAS) pada siswa kelas I  SDN Cipinang Besar Selatan 20 Pagi Semester Ii Tahun Pelajaran 2012/2013”

B.           RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian-uarain latar belakang masalah diatas dapat diuraikan rumusan masalah sebagai berikut : “apakah metode Struktur Analitik Sintesis (SAS) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SDN Cipinang Besar Selatan 20 Pagi Tahun Pelajaran 2012/2013”? 
C.           TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode Struktur Analitik Sintesis (SAS)  dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SDN Cipinang Besar Selatan 20 Pagi Tahun Pelajaran 2012/2013”?
D.           MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian lain yang terkait dengan peneliti, diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan masalah Dapat memberikan sumbangan pemikiran berupa langkah-langkah perbaikan strategi pembelajaran. Melaui pembelajaran ini peneliti akan mengungkapan, “bagaimana metode Struktur Analitik Sintesis (SAS)  dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas VI SDN Cipinang Besar Selatan 20 Pagi Tahun Pelajaran 2012/201”
a.      Dapat mendorong para guru dalam memberikan materi pelajaran dengan memperhatikan kemampuan siswa sebelumnya.
b.        Dapat memberikan alternatif kepada guru dalam mengguanakan metode SAS sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca dan memahami teks yang dibaca.
c.         Dapat memberikan wawasan kepada guru dalam menyiapkan diri mengajar Bahasa Indonesia mengenai membaca yang baik kepada siswa, supaya dapat memahami yang dibaca.
                                                    BAB II
LANDASAN TEORI

  1. Tinjauan Pustaka
1.         Tinjauan Tentang Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia

a.            Pengertian Meningkatan Hasil Belajar
Pada hakekatnya meningkatan kemampuan merupakan tujuan utama pendidikan. Bila seseorang akan memulai dengan sesuatu aktivitas ia  harus menentukan apa yang ia hendak capai, tidak sekedar berbuat tanpa berpikir tetang tujuannya.
Proses pembelajaran pertama mengatasi siswa untuk memiliki kemampuan yang akan dicapai. Berpikir dalam menyelesaikan masalah yang mencakup materi yang akan dibahas. Dengan kemampuan belajar Bahasa Indonesia siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang akan dibimbing oleh Belajar adalah proses aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap” (Chalijah Hasan, 1994: 84). Sedang N. Nasution (1992: 3) berpendapat bahwa “Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan diri individu yang belajar baik aktual maupun potensial”
Dari uraian di atas dapat ditarik definisi tentang belajar yaitu proses aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif bersama lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada diri individu yang belajar.
Belajar menurut pandangan Skinner adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar, maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal-hal sebagai berikut : Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar, respon pebelajar, respon si pembelajar dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut.
Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi perilaku respon  pembelajar yang baik diberi hadiah, sebaliknya perilaku respon yang tidak baik diberi teguran atau hukuman.
Belajar menurut Gagne, merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru.
Kebiasaan belajar yang kurang baik antara lain berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok, sok mengurus teman lain, bergaya minta belas kasihan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat pula disampaikan bahwa belajar adalah proses aktivitas yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam belajar.
Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipre-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe belajar :
1.         Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi sepontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon.dalam konteks inilah signal learning terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.
2.         Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya. Guru member pertanyaan kemudian murid menjawab.

3.         Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.


4.         Belajar asosiasi verbal (verbal Association). Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yaitu Membuat langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu. Membuat prosedur dari praktek kayu.

5.         Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa kata-kata atau benda yang mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.

6.         Belajar konsep (concept learning). Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur praktek uji bahan sebelum praktek, atau konsep dalam kuliah mekanika teknik.
7.         Belajar dalil (rule learning). Tipe ini meruoakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahannya.

8.         Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari jawaban atau penyelesaian dari masalah tersebut.
Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar. Menurutnya sistematika tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang mempunyai ciri-ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal tersebut adalah :
1.        keterampilan intelektual : kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka, kata atau gambar.
2.        informasi verbal : seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.
3.        strategi kognitif : kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri, mengingat dan berfikir.
4.        keterampilan motorik : seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.
5.        sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak.
Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. tingkah laku yang baru itu misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial, susila dan emosional. Dengan belajar kelakuan akan berubah daripada sebelumnya, belajar akan mengenai seluruh pribadi anak.

a.                Prinsip-prinsip belajar menurut Abu Ahmadi (2002: 282) adalah
(2)                belajar harus bertujuan dan terarah, itu akan menuntunnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapannya; (2) belajar memerlukan bimbingan, baik bimbingan dari guru atau buku pelajaran sendiri; (3) belajar memerlukan pemahaman asas, hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian; (4) belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasainya; (5) belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh secara dinamia antara murid dengan lingkungannya; (6) belajar harus diaertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan; (7) belajar dianggap berhasil apabila telah sanggup menerapkan ke dalam bidang praktik sehari-hari .
Menurut pendapat tradisional dari Abu Ahmadi (2002: 279-282) menyatakan bahwa “Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan”. Yang dipentingkan adalah pendidikan intelektual. Kepada anak-anak diberikan bermacam-macam mata pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal. Menurut pendidikan moderen merumuskan bahwa perbuatan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dengan cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. setiap perbuatan belajar senantiasa memiliki aspek jasmaniah (struktur) dan aspek rohaniah (fungsi). Otak itu sendiri adalah strukturnya dan berfikir itu fungsinya, keduanya saling sertalian dan saling mempengaruhi. Kalau otak itu luka, maka fungsi berfikirnya akan terganggu, dan sebaliknya kalau fungsi berfikir itu tidak normal, maka struktur otak itu akan berubah bentuknya. Jadi kedua aspek itu bersatu dalam perbuatan belajar seseorang. Disini siswa dibangkitkan untuk termotivasi dalam belajar.
Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu sendiri.
Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Menurut Djamarah (1997: 11) belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Sejalan dengan pendapat di atas, Slameto (1995: 2) mengartikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoteh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sumadi Suryabrata (1981: 2) belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar aktual maupun potensial. Perubahan itu pada hakekatnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena usaha dari prose perkembangan yang dialami yang berlangsung terus menerus.
Belajar adalah suatu proses perkembangan, reorganiaasi pengalaman yang berhubungan dengan minas, keinginan dan tujuan anak yang berlangsung terus menerus.
Belajar jika dilihat dari beberapa pengertian di atas kebanyakan melibatkan aspek pengetahuan atau kognitif dari pada tingkah lakunya. Tetapi jika dilihat dari orang yang sedang belajar, terlihatlah itu merupakan integritas perbuatan fisik dan psikisnya. Selain itu juga dipengaruhi faktor lain yang lebih kompleks yaitu lingkungan.
Belajar dapat diartikan sebagai proses mental yang terjadi dalam diri seseorang dan melibatkan kegiatan berpikir yang terjadi melalui interaksi aktif dengan lingkungan (pengalaman belajar), sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang positif. Belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman baik alami maupun manusiawi. Proses konstruksi itu ditakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses yang aktif. Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan yang telah dipunyai, kemampuan kognitif dan lingkungan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Kelompok belajar dianggap sangat, membantu belajar karena mengandung beberapa unsur yang berguna menantang pemikiran dan meningkatkan harga diri seseorang. Belajar juga dapat diartikan adanya perubahan yang menuju ke arah yang lebih maju dan perubahan itu didapatkan dengan latihan yang disengaja. 
Pengertian belajar adalah merupakan aktivtas yang dilakukan setiap orang sejak masa kanak-kanak sampai dewasa atau menjadi orang tua. Banyak pengertian, kutipan-kutipan pendapat dari ahli pendidikan, penulis-penulis, definisi-definisi  tentang belajar antara lain sebagai berikut :
Menurut Nasution (1986 : 17) dikemukakan bahwa “Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan”.
Pendapat Brophy dan Good yang dikutip Ngalim Purwanto (1997 : 89) dikemukakan bahwa balajar adalah suatu perkembangan dari hubungan baru sebagai hasil dari suatu pengalaman.
Dengan demikian belajar bukan hanya tingkah laku yang nampak, tetapi terutama adalah proses yang terjadi secara internal di dalam diri indivdu dalam usahanya memperoleh hubungan baru yang berupa reaksi dan perangsang. Belajar akan membawa suatu perubahan yang tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga bentuk kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri dan minat. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh karena adanya usaha yang disengaja yang berupa pengalaman atau reaksi situasi.
Meskipun demikian masih dapat dikaji dan diperinci beberapa prinsip belajar sebagaimana dikemukakan oleh Suharno (1989: 59-60) sebagai berikut :
1.           Belajar adalah merupakan proses interaksi secara aktif yaitu hubungan timbal batik antara individu atau Siswa dengan lingkungannya.
2.           Belajar yang paling baik apabila ada motivasi atau dorongan yang murni dari dalam diri Siswa sendiri
3.           Kegiatan belajar itu harus “bertujuan” dan “terarah”
4.           Belajar memerlukan bimbingan baik dari teman, guru, orang tua, maupun dari buku pelajaran itu sendiri.
5.           Belajar memerlukan pemahaman.
6.           Belajar memerlukan latihan dan ulangan.
7.           Jenis belajar yang paling utama adalah dalam bentuk belajar berfikir kritia, konsep, lebih baik daripada pembentukan kebiasaan-kebiasaan mekania.
8.           Belajar harus diaertai keinginan dan kemauan.
9.           Belajar harus penuh konsentrasi.
10.       Belajar dapat diketahui berhasil apabila si pelajar telah sanggup menerapkan ke dalam praktik sehari-hari.
Dengan beberapa prinsip belajar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip-prinsip belajar itu dilandasi oleh beberapa faktor psikologia yang diantaranya adalah kematangan, ulangan, motivasi, suasana, hubungan dan organiaasi, dan transfer.
Menurut Dakir (1993: 126) “Seseorang yang belajar pada sesuatu masalah yang belum diketahui, kemudian setelah selesai belajar hasilnya tetap tidak tahu, itu bukan basil belajar, mungkin yang bersangkutan hanya melihat tulisan saja”. Dikatakan hasil belajar kalau yang bersangkutan berubah, yaitu mempunyai pengetahuan yang meningkat dari tidak tahu sekurang-kurangnya meningkat kebimbang atau bahkan meloncat dari tidak tahu lalu menjadi mempunyai pendapat. Irama belajar bagi setiap orang berbeda-beda, ada yang cepat meloncat ke tingkat kualitatif yang lebih tinggi, tetapi ada pula yang serba lambat, untuk meningkat ke tingkat bimbang saja mungkin memerlukan waktu yang lama.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar secara umum ciri-cirinya adalah : perbuatan-perbuatan yang menghasilkan “perubahan” yang menuju ke sesuatu yang lebih maju lagi, dan perubahan-perubahan itu didapat atas dasar latihan-latihan yang diaengaja. Oleh karenanya hasil belajar tidak diketemukan hanya secara kebetulan saja.
Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.
Belajar melalui proses berkelanjutan yang melaui berbagai tahap untuk mencapai indikator yang ditentukan. Dari indikator dikembangkarkan berdasarkan kemampuan yang dimiki oleh pendidik. upaya pendidik memberikan pemahaman yang inten kepada perserta didik supaya adanya perubahan tingkah laku perserta didik. dengan perubahan tersebut maka pendidik berhasil dalam kegiatan belajarnya.
Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Pendidikan merupakan bentuk interasi antara guru dengan siswa. Keduanya aktif untuk memecahkan masalah mata pelajaran yang dihadapi. Menemukan ilmu dari pengembangan yang disampaikan oleh gurunya. keinteraksian guru membuka dan mengeksplorasi siswa supaya menjadi penemu dalam pola pikirnya. Siswa yang berkembang dalam penemuanya menjadi tolak ukur kemampuan siswa dalam berpikir, maka disini siswa lebih aktif, kreatif dan inovatif. Siswa yang pasif sulit untuk menerima materi yang disampaikan oleh guru disaat belajar.
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh inidividu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan mahasiswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (1995: 48) hasil belajar adalah “Perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-ulang”. Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2005: 3) “hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”.
perubahan prilaku pada diri tidak begitu saja, melainkan adanya proses yang mendorong untuk merubahnya baik dari dalam maupun dari luar. Secara kebersamaan dari pengembangan materi yang diberikan. Dari materi yang dapat maka mendapat kemampuan yang mendasari diri siswa yakni kemampuan kognitif yang dinilai dari akademik didapat, afektif kekmapuan keefektifan siswa dalam menyerap berbagai pelajaran yang disampaikan guru, dan psikomotor kemamupan tindakan yang mencerminkan  prilaku yang berakhlak dari hasil belajarnya.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Hasil belajar merupan proses setelah siswa mendapat ilmu yang ditransfer oleh guru dan ada juga dari pengalaman yang didapatnya. Dari keterampilan dan kebiasaan siswa memberikan kemapuan yang sanggup memberikan perubahan yang signifikan menjadikan siswa terbiasa untuk trampil dalam menghadapi berbagai permasalahan yang menjadikan penemuan. Pengetahuan dan pengaruahan mengacu pada aspek ilmu yang menarahkan pada pola pikir dan sikap siswa. Hal ini, bagi siswa diperlukan penalaran yang kuat didalam perubahan.

a.               Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh  kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39).
Belajar  adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 204 : 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif
Dari Pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa Meningkatan Hasil Belajar adalah perbuatan-perbuatan yang menghasilkan “perubahan” yang menuju ke sesuatu yang lebih maju lagi, dan perubahan-perubahan itu didapat atas dasar latihan-latihan yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswaa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya dari perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.

b.           Pengertian Belajar Bahasa Indonesia  
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional bangsa Indonesia. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai pemersatu berbagai suku bangsa yang berbeda-beda latar belakang kebudayaan dan bahasa daerahnya, dan sebagai alat perhubungan antar suku, antar daerah, dan antar budaya.
Bahasa adalah alat komunikasi masyarakat berupa lambang bunyi suara  dihasilkan artikulasi manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Seluruh lapisan masyarakat menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Berkomunikasi merupakan  proses pembelajaran membutuhkan keterampilan berbahasa yakni,  keterampilan yang menekankan pada keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Ada empat keterampilan berbahasa harus dikuasai siswa dalam belajar bahasa, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh kerena itu, siswa diharapkan memiliki keterampilan berbahasa yang lengkap, sebagai aspek keterampilan berbahasanya.
Bahasa Indonesia dibidang pendidikan mempunyai tempat yang isatimewa. Kecuali sebagai objek yang dipelajari, bahasa Indonesia juga sebagai bahasa pengantar untuk berbagai bidang studi dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi (PT).
Bahasa Indonesia sebagai lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi dan menyampaikan cipta, rasa dan karsa yang dapat juga dikatakan isi, jiwa atau batin. Makin banyak isi jiwa seseorang, maka makin besar kemungkinannya untuk berbahasa.
Bahasa Indonesia adalah salah satu alat komunikasi melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. “Mata pelajaran bahasa Indonesia dan sastra Indonesia adalah
program untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993: 17).
Bahasa Indonesia diambil dari Bahasa Melayu yang sudah sejak berabad-abad telah menjadi bahasa rantauan, bahasa komunikasi antar suku­suku bangsa Nusantara di samping bahasa daerahnya sendiri. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi negara, bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan sebagai alas penghubung pada tingkat nasional bagi kepentingan menjalankan rods pemerintahan dan pembangunan. Alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, Beni serta teknologi moderen.
“Bahasa merupakan salah satu kemampuan terpenting manusia yang memungkinkan manusia unggul dari makhluk-makhluk lain di muka bumi. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang terintegrasi, mencakup bahasa ujaran, membaca dan menulia” (Lerner, 1988: 311).
Menurut Owens (1988: 379) “Bahasa merupakan kode atau sistem konvensional yang disepakati secara sosial untuk menyajikan berbagai pengertian melalui penggunaan simbol-simbol sembarang dan tersusun berdasarkan aturan yang telah ditentukan. Bahasa memiliki cakupan yang luas (bahasa isyarat, kode morse, bahasa ujaran, bahasa tulis).”
Ekspresi Bahasa memiliki enam komponen, yaitu (1) fonem, (2) morfem, (3) sintaksis, (4) sematik, (5) prosodi, (6) pragmatik. Fonem merupakan satuan terkecil dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti (Gorys Keraf, 1991: 30). Contohnya adalah fonem “1” dan fonem “r” pada kata “lama” dan “ragu” yang membedakan arti dari kedua kata tersebut. Morfem merupakan unit terkecil dari Bahasa yang mengandung makna. Lovit (1989: 147) memberikan contoh dengan kata : “unnatural”, yang terdiri dari dua morfem “un” dan “natural”. Dalam bahasa Inggris, “un”, “re”, “de” dinamakan prefiks atau menurut Parera (1990: 19) disebut pembubuhan depan, sedangkan Gorys Keraf (1991: 52) menamainya awalan
Disebut morfem terikat. Dalam kata “unnatural” terdiri dari dua macam morfem, “un” sebagai morfem terikat sedangkan “natural” sebagai morfem bebas atau kata dasar. Dalam Bahasa Indonesia dikenal adanya empat morfem terikat, yaitu
a.               Prefiks atau awalan (misalnya ber-, me-, di-)
b.              Infiks atau sisipan (misalnya -el-, -em-, -er-)
c.               Sufiks atau akhiran (misalnya -kan, -an)
d.            Kofiks, yaitu merupakan gabungan dari dua atau tiga morfem terikat yang lain.
Dalam Bahasa Indonesia terdapat enam huruf vokal (a, e, i, o, u dan e pepet; e pada kata gedung) dan dua puluh satu konsonan (b, c, d, f, 9, h, j, k, 1, m, n, o, p, q, r. s. t. u. v. w, x, y. z). fonem-fonem f, q, v, x, dan z merupakan fonem-fonem serapan yang telah diterima dalam Bahasa Indonesia.
a.            Vokal
Vokal ialah bunyi Bahasa yang dihasilkan oleh alas ucap manusia apabila udara yang dihembuskan dari paru-paru tidak mendapat halangan. Ada tiga jenis peninjauan untuk membedakan vokal, yaitu berdasarkan posisi bibir, tinggi rendahnya lidah, dan maju mundurnya lidah.
                                                    I.          Posisi bibir        
1.      vokal bundar : a, o, u
2.      vokal tak bundar : e, i.
                                                   II          Tinggi rendahnya lidah 
1.      vokal depan e, i.
2.      vokal pusat e (pepet).
3.      vokal belakang : a, o, u
                                                  III       Maju mundurnya lidah  
1.        vokal atas : i, u.
2.        vokal tengah e (pepet)
3.        vokal bawah a.
Bila ada dua vokal diucapkan secara serempak atau dalam satu kesatuan waktu disebut diftong. Bunyi-bunyi itu dalam Bahasa Indonesia ada tiga macam yaitu ai, oi, dan au. Diftongiaasi adalah proses perubahan kata‑kata yang mengandung bunyi monoftong menjadi diftong, misalnya sentosa, teladan menjadi sentausa dan tauladan. Monoftongisasi ialah proses perubahan diftong menjadi monoftong (bunyi tunggal), misalnya santai, ramai berubah menjadi sante dan rame.
b.            Konsonan.
Suatu fonem disebut konsonan apabila udara yang dikeluarkan dari paru-paru mendapat halangan atau rintangan. Dalam membagi jenis konsonan, kits harus memperhatikan faktor-faktor yang menghasilkannya, yaitu berdasarkan
1)              Artikulator dan titik artikulasi.
2)              Turut tidaknya pits suara bergetar.
3)              Jalan yang dilalui oleh udara.
4)              Macam halangan yang dijumpai ketika udara keluar.
Setiap bahasa mempunyai sistem masing-masing, baik dalam tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, maupun tata makna. Bunyi-bunyi bahasa yang terdapat dalam sesuatu bahasa belum tentu dimiliki bahasa lain.
Menurut Ag. Soejono (1983: 2) “Pertumbuhan bahasa tiap manusia tentu berkehendak mengungkapkan kandungan jiwanya dan komunikasi dengan manusia lain. karena itu bahasa sebagai sarana rakhani sudah ada sejak manusia berada di dunia ini”. Pada mulanya sangat rendah tingkatnya, sesuai dengan kebutuhan manusia purba yang masih primitif kebudayaannya. Rakhani manusia tumbuh dan berkembang sejajar dengan pengakuan hidupnya dan kebudayaannya. Begitu pula bahasa tumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan kebudayaan. Pengalaman baru timbul, dan pengalaman lama tidak diperlukan lagi.
Pengertian yang baru muncul, yang lama ditinggalkan. Teknologi moderen masuk; teknologi lama tidak dipakai lagi. Begitu pula dengan kata-kata, ungkapan-ungkapan, istilah-istilah, idiom-idiom, dan sebagainya. Yang baru timbul dan dipergunakan; yang lama tidak dibuang tetapi disimpan dalam kamus. Kekayaan bahasa makin bertambah sampai tanpa batas.
Ruang lingkupnya luas sekali. Bahasa Indonesia moderen wajib dan mampu menjadi sarana rakhani untuk mengungkapkan kandungan jiwa bangsa moderen pula. Jelaslah bahwa ketinggian perkembangan suatu bahasa menggambarkan tingkat perkembangan kebudayaan bangsa yang memiliki bahasa itu. Bangsa primitif mempunyai bahasa primitif. Bangsa maju pasti memiliki bahasa maju pula. Hal ini menjadi prinsip utama mengapa Bahasa Indonesia dididikan kepada seluruh bangsa Indonesia melalui semua tingkatan sekolah.
Jenis bahasa menurut Ag. Soejono (1983: 5-6) “Pada waktu anak lahir belum berbahasa dengan kata-kata”. Pada waktunya setapak demi setapak ia mulai belajar berbahasa. Pada umumnya ia belajar dari ibunya sebagai bahasa pertama. Berlandaskan bahasa pertama ini anak pada masa berikutnya akan mempelajari berbagai bahasa lainnya. Biasanya bahasa pertama itu adalah bahasa ibunya, karena itu dinamai bahasa ibu. Bahasa ibu seseorang belum tentu bahasa bangsanya.
Negara Indonesia dihuni oleh berbagai suku bangsa, yang masing­masing mempunyai bahasanya sendiri. Bahasa suku itu menjadi bahasa ibu anak dari daerahnya. Bahasa suku ini terkenal dengan sebutan bahasa daerah. begitulah ada Bahasa Aceh, Bahasa Minang, Bahasa Batak, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Bali, Bahasa Irian, dan sebagainya. Pada hakikatnya untuk banyak daerah Bahasa Indonesia adalah bahasa kedua.
Dalam pergaulan antar suku bangsa Indonesia yang satu dengan yang lainnya dipakai Bahasa Indonesia. Begitulah Bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antar berbagai suku.
Dalam hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat, dipakai Bahasa Indonesia. Begitulah Bahasa Indonesia, menjadi bahasa resmi negara. Dan bahasa resmi negara ini tertera pada pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bahasa resmi Negara Republik Indonesia adalah Bahasa Indonesia.”
Bahasa Indonesia sebagai sarana pergau'lan seluruh rakyat Indonesia dan sebagai bahasa resmi memupuk rasa persatuan pada suku-suku bangsa di Indonesia, karena mereka merasa satu bangsa dengan satu bahasa, sehingga Bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan.
Di berbagai sekolah sebagai ruang pendidikan, bahasa Indonesia dipakai untuk mengantarkan pendidikan. Bahasa itu lalu dinamai bahasa pengantar. Bahasa pengantar dapat berupa bahasa ibu atau bahasa daerah maupun bahasa asing.
Sekarang bahasa Indonesia dijadikan bahasa pengantar mulai dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi. Di Taman Kanak-kanak dan di kelas rendah sekolah dasar diperkenankan menggunakan bahasa daerah menjadi bahasa pengantar.
Dalam undang-undang tentang pendidikan dan pengajaran No. 12 tahun 1951 Bab W tentang Bahasa pengantar tercantum sebagai berikut :
1.            Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah bahasa pengantar di sekolah-sekolah di seluruh Republik Indonesia.
2.               Di Taman Kanak-kanak dan di tiga kelas yang terendah di sekolah   dasar, bahasa daerah boleh dipergunakan sebagai bahasa pengantar.
Di dalam kelas bahasa daerah boleh dipergunakan sebagai bahasa pengantar, supaya pendidikan bagi kanak-kanak yang masih kecil itu mendapat hasil yang sebaik-baiknya. Sedangkan di daerah-daerah yang bahasanya tidak seberapa jauh bedanya dengan Bahasa Indonesia, misalnya daerah Minang dan Jakarta maka Bahasa Indonesia dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar mulai dari kelas yang terendah. Bahasa daerah dipergunakan sebagai bahasa pengantar di kelas I, II, dan III sekolah dasar maka Bahasa Indonesia diajarkan sebagai mata pelajaran yang diharuskan, sehingga pemakaian Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar mulai kelas IV sudah tidak menemui kesulitan lagi.

c.             Fungsi Pelajaran Bahasa Indonesia
Sesuai dengan kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasiorial dan bahasa negara, maka fungsi mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah :
1.          Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa;
2.          Sarana peningkatan pengetahuan dan katerampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya;
3.          Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
4.          Sarana penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah; dan
5.          Sarana pengembangan penalaran.
d.          Tujuan Umum Pelajaran Bahasa Indonesia
1.           Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional dan bahasa negara);
2.           Siswa memakai bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tuivan, keperluan, dan keadaan;
3.           Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial;
4.           Siswa memiliki disiplin dalam berfikir dan berbahasa (berbicara dan menulia).
5.           Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan.

e.               Tujuan Khusus Pelajaran Bahasa Indonesia

a.          Siswa dapat mengucapkan kata Bahasa Indonesia dengan lafal yang wajar
b.          Siswa mampu melafalkan kalimat Bahasa Indonesia dengan intonasi yang wajar dan sesuai dengan konteksnya.
c.          Siswa memahami ejaan Bahasa Indonesia yang baku, serta dapat menggunakan tanda-tanda baca secara tepat
d.         Siswa mampu membedakan dan menggunakan bentuk dan makna berbagai ragam Bahasa Indonesia.
e.          Siswa mampu membedakan makna kata-kata umum, kata-kata khusus, dan kata-kata istilah.
f.           Siswa memahami makna kelompok kata, ungkapan, peribahasa, dan dapat menggunakannya.
g.          Siswa dapat mencari kata-kata yang sama makna (sinonim) dan yang berlawanan makna (antonim), dan kata-kata lain dengan variasi makna dan menggunakannya.
h.          Siswa dapat memahami ciri-ciri kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya, dan dapat menggunakannya.
i.            Siswa mampu membedakan dan menggunakan kalimat tunggal (yang sederhana dan yang luas) dan kalimat majemuk.
j.            Siswa mampu memperluas kalimat tunggal dengan bermacam-macam keterangan (tempat, waktu, dan sebagainya).
k.          Siswa mampu memperluas kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk atau menggabungkan kalimat-kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk.
l.            Siswa dapat memahami bahwa pesan atau perasaan yang sama dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk atau kalimat serta dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
m.        Siswa dapat memahami bahwa bentuk atau kalimat yang sama dapat mengungkapkan berbagai macam makna sesuai dengan konteks dan menggunakannya
n.          Siswa mengenal dan mampu membedakannya bentuk-bentuk prosa, puisi, dan drama
o.          Siswa mampu membedakan ragam bahasa sastra dengan ragam bahasa lainnya.
Dari kesimpulan di atas bahwa pelajaran Bahasa Indonesia adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang digunakan untuk alat komunikasi dan permersatu suatu bangsa. kode atau sistem konvensional yang disepakati secara sosial untuk menyajikan berbagai pengertian melalui penggunaan simbol-simbol sembarang dan tersusun berdasarkan aturan yang telah ditentukan. Dari segi tujuan Bahwa Bahasa Indonesia untuk memberikan kontribusi dalam penyampain pesan.

2.     Tinjauan Tentang Metode Struktur  Analitik Sintesis (SAS)
                                         a.                  Pengertian Metode
 Istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar.
Metode adalah cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai suatu maksud (Purwadarminta, 1976). Jadi metode ialah cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. la berpendapat, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Moeliono, 1990: 580-581).
Metode memberikan pemudahan dalam prose belajar. Siswa yang sulit untuk menyerap materi yang disampaikan oleh guru, maka guru harus berkeratif dan inovatif menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk siswanya.
Metode di dalam pembelajaran memegang peranan yang sangat penting, karena merupakan tata cara dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai sesuatu tujuan. Dengan menggunakan metode secara tepat dan akurat, guru akan mampu mencapai tujuan dalam pembelajaran. Jadi guru sebaiknya menggunakan metode mengajar yang dapat menunjang kegiatan belajar-mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai tujuan pengajaran (Syaiful Bahri Djamarah dan Asmawan Zain, 1996:109).
Metode mengajar yang biasa digunakan di sekolah, antara lain : metode ceramah, penugasan, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, bermain peran, eksperimen, widya wisata, latihan, simulasi, brain storming kerja kelompok dan lain-lain. Sebagai guru yang profesional harus dapat memilih metode yang tepat untuk materi pembelajaran khususnya pada mata pelajaran Bahasa Jawa dengan ketepataan metode yang diterapkan oleh guru, diharapkan aktivitas guru dan siswa lebih aktif sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara optimal.
Untuk memahami pengertian tentang metode pembelajaran berikut diketengahkan beberapa pendapat:
1)             Metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik (Roestiyah, 1998: 1).
2)             Metode merupakan teknik atau cara yang harus dilalui untuk melakukan suatu pekerjaan dalam rangka mencapai suatu tujuan (Roestiyah, 1998: 1).
3)             Metode adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dan untuk memberikan kemudahan kepada siswa menuju tercapainya tujuan tertentu (Saliwangi, 1994: .1).
Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode adalah: cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru di dalam menyampaikan materi pembelajaran tertentu kepada siswa agar pembelajaran yang dirumuskan sebelumnya dapat tercapai secara optimal.
Metode yang digunakan untuk memotivasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi ataupun untuk menjawab suatu pertanyaan akan berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan agar siswa mampu berpikir dan mengemukakan pendapatnya sendiri-sendiri dalam menghadapi persoalan.
Untuk tujuan yang berbeda digunakan metode penyajian yang berbeda. Seorang guru perlu mengenal, mempelajari dan menguasai banyak metode penyajian pembelajaran, agar dapat menggunakan dengan yariasinya, sehingga mampu menimbulkan proses belajar mengajar yang disenangi oleh siswa sehingga berhasil guna dan berdaya guna.

                                         b.                  Pengertian  Struktur Analitik Sintesis (SAS) 
Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula. Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan (MMP) dengan metode SAS mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat.
Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep “kebermaknaan” pada diri anak. Sebelum proses KBM, Membaca Menulis Permulaan (MMP) guru dapat memanfaatkan rangsang gambar, benda nyata tanya jawab informal untuk menggali bahasa siswa.           
Dalam proses operasionalnya metode SAS mempunyai langkah-langkah berlandaskan operasional dengan urutan struktural menampilkan keseluruhan analitik, melakukan proses penguraian Sintetik, dan melakukan penggabungan kembali kepada bentuk struktural semula.
Landasan linguistiknya bahwa itu ucapan bukan tulisan, unsur bahasa dalam metode ini adalah kalimat, bahwa Bahasa Indonesia mempunyai struktur tersendiri. Landasan pedagogiknya (1) mengembangkan potensi dan pengalaman anak, (2) membimbing anak menemukan jawaban suatu masalah. Landasan psikologisnya bahwa pengamatan pertama sifat global (totalitas) dan bahwa anak usia sekolah memiliki sifat ingin tahu.
Menurut Supriyadi (1996), pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita yang disertai dengan gambar, yang didalamnya terkandung unsur struktur analitik sintetik. Metode SAS menurut Djauzak (1996) adalah suatu metode pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampilkan cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa.
Siswa diawali dengan becerita supaya dapat menguasai kosa kata yang diketahui. Bercerita disini siswa memumupuhkan kemampuan dalam berkomunikasi. Dalam hal ini, siswa berinteraksi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa. Bacaan yang didapat dari siswa berasal dari tulisan siswa yang meraka buat, walaupun tidak begitu berstruktur tetapi sudah mengekplorasikan didri dalam berbahasanya. Bercerita sangat berhubungan dengan membaca, mata tidak bisa dipisahkan dua hal aspek itu. Membaca pada sekolah dasar baru sebatas mengenal huruf saja terutama pada siswa kelas 1. Akan tetapi, dengan Menggunakan motode SAS siswa sanggup membaca dengan lancar dan tidak mengalami kesulitan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca dengan menggunakan metode SAS:
a.          Prosedur Penggunaan Metode SAS
Penggunaan metode SAS dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Guru menuliskan sebuah kalimat sederhana, kemudian kalimat dibacakan,
 dan siswa menulisnya.
2)      Kalimat tersebut diuraikan/dipisah-pisahkan kedalam kata­-kata,
 setelah dibaca siswa menyalin kata-kata itu seperti yang dilakukan guru.
3)      Kata-kata dalam kalimat itu diuraikan lagi atas suku-sukunya,
setelah dibaca siswa menyalin suku-suku itu seperti yang dilakukan  oleh guru.
4)      Suku-suku kata itu diuraikan lagi atas huruf-hurufnya, siswa
 menyalin sepeti apa yang dilakukan guru.
5)      Setelah guru memberikan penjelasan lebih lanjut, huruf-huruf itu dirangkaikan lagi menjadi suku kata. Siswa melakukan seperti apa yang dilakukan guru.
6)      Setelah semua siswa selesai, guru merangkaikan suku-suku menjadi kata, siswa menyalin.
7)     Kata-kata tersebut dirangkaikan lagi sehingga menjadi kalimat seperti semula. Siswa melakukan hal yang sama seperti guru. Dari prosedur penggunaan metode SAS di atas, maka untuk memudahkan dalam pembelajarannya dibutuhkan media.
Media untuk mengajarkan membaca dan menulis permulaan antara lain: Papan tulis, papan tali, papan selip, papan flannel, gambar, kartu kalimat, kartu kata, kartu suku kata, dan huruf. Kartu nama, papan nama, benda-benda berlabel yang ada disekitar siswa, majalah anak-anak. Cara penggunaan media diatasPapan tulis digunakan oleh guru untuk memberikan contoh dan oleh siswa untuk menuliskan apa yang ditugaskan oleh guru.
Papan selip digunakan oleh guru untuk menyelipkan gambar/kartu kata, kartu kalimat yang harus disalin oleh siswa, atau gambar yang harus dituliskan judulnya oleh siswa. Papan tali digunakan untuk menggantungkan kartu kalimat, kartu kata, suku kata, dan huruf yang harus disalin oleh siswa, atau gambar yang perlu dituliskan judulnya.                                       
Penggunaan papan flannel sama dengan papan tali dan papan selip, tetapi kartu­kartu dan gambar ditempelkan/diletakkan pada flannel. Majalah anak-anak dapat digunakan untuk tugas menyalin kalimat-kalimat sederhana yang ada didalamnya, atau menyalin judul. Papan nama, kartu nama, label dan sebagainya untuk tugas menyalin. Metode SAS digunakan guru karena alasan sebagai berikut:
1)      Dapat menyenangkan siswa.
2)      Tidak menyulitkan siswa untuk menyerapnya.
3)      Bila dilaksanakan lebih efektif dan efisien.
4)      Tidak memerlukan fasilitas dan sarana yang labih rumit.
b.          Kelebihan Penggunaan Metode SAS
Kelebihan penggunaan metode SAS antara lain:
1)         Metode ini dapat sebagai landasan berpikir analisis.
2)      Dengan langkah­langkah yang diatur sedemikian rupa membuat anak mudah mengikuti prosedur dan dapat cepat membaca pada kesemapatan berikutnya.
3)          Berdasarkan landasan linguistik metode ini akan membantu anak menguasai bacaan dengan lancar.
c.       Kelemahan Metode SAS
Kelemahan penggunaan metode SAS antara lain:
1)         Metode SAS mempunyai kesan bahwa pengajar harus kreatif, terampil dan sabar.
2)         Banyak sarana yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan metode ini, untuk sekolah-sekolah tertentu dirasa sukar.
3)         Metode SAS hanya untuk konsumen pembelajaran diperkotaan dan tidak di pedesaan.
4)      Oleh karena agak sukar mengajarkan metode SAS banyak para pengajar yang tidak menggunakan metode ini.
3.       Membaca
d.       Penggunaan Metode SAS Dalam Membaca
membaca adalah proses aktif dari pikiran yang dilakukan melalui mata pelajaran terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memroses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna (Vacca, 1991:172). Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Dengan demikian, anak sejak kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik khususnya membaca permulaan.
Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca, akan tetapi tidak ada kriteria tertentu untuk menentukan suatu definisi membaca yang dianggap paling benar. Menurut Haris membaca sebagai suatu kegiatan yang memebrikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis.
Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan ketrampilan bahasa serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh penulis dan tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa yang dimaksud oleh penulis.
Gibbon (1993:70-71) mendefinisikan membaca sebagai proses memperoleh makna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yang bersifat pasif dan reseptif saja, melainkan menghendaki pembaca untuk aktif berpikir. Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan latar belakang bidang pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri. Tanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.
Smith berpendapat bahwa kegiatan membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi nonvisual. Informasi visual, merupakan informasi yang dapat diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi nonvisual merupakan informasi yang sudah ada dalam benak pembaca. Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dia menggunakan pengalaman itu untuk menafsirkan informasi visual dalam bacaan,maka isi bacaan itu akan berubah-ubah sesuai dengan pengalamn penafsirannya.
Pembaca yang telah lancar pada umumnya meramalkan apa yang dibacanya dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan apa yang terdapat dalam bacaan. Permaalan dibuat berdasarkan pada tiga kategori sistem yaitu aspek sistematis, sintaksis dan grafologis. Menurut Wilson dan Peters (dalam Cleary, 1993:284) bahwa membaca merupakan suatu proses menysun makna melalui interaksi dinamis di antara pengetahuan pembaca yang telah ada, informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca.
Anderson dalam Tarigan (1980:8) menyangkut linguistik menjelaskan bahwa membaca merupakan suatu proses penyandian kembali (recording process) dan proses pembacaan sandi (dekonding process). Menurut Hudgson (1960:43) mengatakan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan penulis melalui kata-kata dalam bahasa tulis.
Suatu proses yang menuntut pembaca agar dapat memahami kelompok kata yang tertulis merupakan suatu kesatuan dan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan makna kata-kata itu dapat diketahui secara tepat. Apabila hal ini dapat terpenuhi maka pesan yang tersurat dari yang tersirat dapat dipahami, sehingga proses membaca sudah terlaksana dengan baik. Seseorang yang sedang membaca berarti ia sedang melakukan suatu kegiatan dalam bentuk berkomunikasi dengan diri sendiri melalui lambang tertulis.
Seorang pembaca yang baik adalah orang yang dapat mengambil tanggapan mengenal bahasa (ide, style, dan kematangan pengarang) dan pengertian dengan kecepatan yang lumayan (Gusnetti, 1997:13). Soedarso (1991:4) menjelaskan kemampuan membaca yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam suatu bacaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman bacaan tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem semantik, sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.

e.       Unsur-Unsur yang Terkandung dalam Membaca
Abdullah (1990:2) mengatakan bahwa, unsur-unsur kemampuan membaca dapat ditelusuri dari pengertian membaca yang telah dikemukakan, yaitu:
1)       Membaca merupakan interaksi dengan bahasa yang telah diubah menjadi cetakan, maka kemampuan memahami lambang-lambang bunyi merupakan penentu utama keberhasilan membaca.
2)       Hasil interaksi dengan bahasa cetak merupakan pemahaman, maka kemampuan memaknai susunan lambang-lambang bunyi juga merupakan unsur penentu keberhasilan membaca.
3)       Kemampuan membaca berhubungan erat dengan kemampuan berbahasa lisan, maka unsur-unsur kemampuan fisik, misalnya kemampuan mata dan kemampuan mengendalikan gerak bibir juga mempengaruhi keberhasilan membaca.
4)        membaca merupakan proses aktif dan berlanjut yang dipengaruhi langsung oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya, maka keberhasilan membaca juga dipengaruhi oleh unsur kecerdasan serta pengalaman membaca yang dimiliki.
f.       Jenis-Jenis Membaca
Bermacam-macam kelakuan dan tujuan manusia dalam membaca, semua tergantung kepada niat dan sikap dari si pembaca. Dalam hal ini ada 2 jenis membaca yang didasarkan kepada tingkat dan kemauan berdasarkan kepada tujuan dan kecepatan.
1)       Membaca Berdasarkan Tingkatnya
Agustina (1990:10) membagi membaca menjadi 4 jenis, yaitu:
a)      Membaca Permulaan
Membaca permulaan dianggap sebagai membaca tingkat dasar. Hal ini lebih mengutamakan kegiatan jasamani atau fisik. Kesanggupan menyuarakan lambang-lambang bahasa tulis serta menangkap makna yang berada dibalik lambang-lambang tersebut adalah sebagian kegiatan yang dilakukannya.
b)      Membaca Inspeksional
Membaca inspeksional berkaitan degan masalah waktu yang tersedia untuk membaca. Pembaca hanya mempunyai waktu yang relatif singkat sedangkan pembaca harus menyelesaikan.
c)      Membaca Analitis
Membaca analitis merupakan membaca lengkap, baik dan sempurna yang dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas dengan tujuan menganalisa tentang bacaan yang dibaca.
d)     Membaca Sintopikal
Membaca sintopikal ini menuntut pebaca untuk mempunyai waktu lebih banyak lagi, karena dalam membaca sintopikal pembaca harus menganalisis lebih dari 1 buku.
2)      Membaca Berdasarkan Kecapatan dan Tujuannya
Gani dan Semi (1976:4) membagi membaca ke dalam 4 jenis, yaitu:
a)      Membaca Kilat (Skimming)
Membaca kilat (Skimming) merupakan salah satu cara, membaca yang lebih mengutamakan penangkapan esensi bacaan, tanpa membaca keseluruhan dari materi bacaan tersebut.
b)      Membaca Cepat (Speed reading)
Membaca cepat adalah membaca yang dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Biasanya dengan membaca kalimat demi kalimat dan paragraf tetapi tidak membaca kata demi kata. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi, gagasan utama dan penjelasan dari suatu bacaan dalam waktu yang singkat.
c)      Membaca Studi (Careful reading)
Membaca studi dilakukan untuk memahami, mempelajari dan meneliti suatu persoalan. Kadang-kadang dituntut pula untuk menghadapkannya dalam ingatan.
d)     Membaca Reflektiv (Reflektive reading)
Membaca reflektiv adalah membaca untuk menangkap informasi dengan terperinci dan kemudian melahirkannya kembali atau melaksanakannya dengan tepat sesuai dengan keterangan yang diperoleh.   
Pada uraian diatas dapat disimpulkan bahawa metode SAS adalah Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula. Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan (MMP) dengan metode SAS mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh berasal dari proses aktif dari pikiran yang dibaca dengan kemampuan pemahaman makna. Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan ketrampilan bahasa serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh penulis dan tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa yang dimaksud oleh penulis

B.       Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teoritik yang telah diuraikan sebelumnya dapat diperoleh model teoritik yang dapat disajikan kerangka berpikir dalam penelitian ini yang dapat digambarkan: 
Keterangan:
Peneliti mengacu pada metode yang sudah dibahas pada landasan teori yakni Metode SAS. Pelaksaan metode ini berlangsung pada siswa kelas 1 Cipinang Besar Selatan 20 Pagi. Jenis pengamtan yang dilakukan oleh peneliti menggunakan observasi, tes, arip dan dokumen. Pada tindakan ini, peneliti mengawali siswa untuk membaca dan mengambil hasil belajar Bahasa Indonesia.  Hasil tersebut belum maksimal  masih rendah dabawah KKM. Tindakan kedua sudah melakukan dengan megunankan metode SAS terjadi siklus I. Pada siklus I menggunakan metode SAS secara klasikal, pembelajaran mengalami peningkatan secara intensif, Namun siswa belum 100% berhasil. Kelanjutan siklus II masih menggunakan metode SAS, sistem pembelajaran secara berkelompok, peningkatan siswa cukup membaik mencapai 85%. Pada siklus terahir mengalami peningkatan hingga 100%  sesuai KKM, disini adanya keberhasilan dalam dan kegiatan pembelajaran.

C.       Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori, kerangka pemikiran maka dapat dirumuskan hipotesi penelitian tindakan kelas sebagai berikut : “Diduga melalui metode Struktur Analitik Sintesis (SAS) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia  pada Siswa kelas I SDN Cipinang Besar Selatan 20 Pagi mengalami penikatan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 
A.           Setting Penelitian
1.       Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 selama 4 bulan dimulai pada bulan Januari – Pebruari 2013.
                                                         2.      Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Cipinang Besar Selatan 20 Pagi. Kelas yang diteliti adalah kelas 1 dengan jumlah siswa 39 orang. Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 dengan objek penelitian pembelajaran Bahasa Indonesia  Menggunakan Metode Struktur Analitik Sintensis. Penelitian  dilaksanakan peneliti sebagai pengajar kelas 1 di SDN Cipinang Besar Selatan 20 Pagi.

B.         Subyek Penelitian
Subyek penelitian menggunakan metode penelitian tindakan kelas  pada siswa kelas 1 SD Negeri Cipinang Besar Selatan 20 Pagi  tahun pelajaran 2012 / 2013 selama satu semester mulai bulan Januari-Pebruri dengan jumlah siswa 30.

C.          Faktor yang Diteliti
          Dalam rangka menjawab permasalahan sebagaimana telah diuraikan di atas ada beberapa faktor yang diteliti :
                                                    1.             Faktor Internal
Melihat kemampuan siswa kelas 1 SD Negeri Cipinang Besar Selatan 20 Pagi dalam membaca dengan benar.
                                                   2.                Faktor Ekstristik
Faktor guru dilaksanakan dengan melihat cara guru dalam merencanakan pembelajaran serta bagaimana pelaksanaannya di dalam kelas. Permasalahan yang diteliti meliputi apakah sudah mencakup keseluruhan langkah pembelajaran yang dilaksanakan, apakah sudah mencakup pembelajaran latihan yang berjenjang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

D.               Sumber Data
         Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Informasi tersebut akan digali dari berbagi sumber data dan  jenis data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi :
                                                       1.           Informasi yang terdiri dari guru kelas 1 SD Negeri Cipinang Besar Selatan 20 Pagi.
                                                       2.           Tempat dan peristiwa, diruang kelas dan proses pembelajaran Bahasa Indonesia
                                                       3.           Arsip, daftar nilai raport, ulangan harian, ulangan tengah semester dan  catatan pribadi siswa
                                                       4.           Tes hasil belajar
E.               Teknik Sampling
          Teknik sampling atau teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling yaitu keseluruhan populasi digunakan sebagai sampel adalah siswa kelas 1 SD Negeri Cipinang Besar Selatan 20 Pagi yang berjumlah 39 siswa.
F.             Teknik Pengumpulan Data
         Sesuai dengan bentuk penelitian dan sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.                                  Observasi
Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi langsung dan parsipatif. Observasi langsung (direct observation) yaitu observasi yang dilakukan tanpa perantara (secara langsung) terhadap objek yang diteliti. (H Muhammad  Ali, 1993:72). Observasi dilakukan pada siswa kelas 1 SD Negeri Cipinang Besar Selatan 20 Pagi bagaiman pemahaman siswa selama proses pembelajaran berlangsung. 
2.          Pencatatan arsip dan dokumen
a.       Arsip
1)             Kurikulum KTSP tentang ruang lingkup materi, Standar Kompetensi, tujuan kompetensi dasar, hasil belajar, indikator dan materi pokok kelas 1.
2)             Silabus yaitu tentang alokasi waktu dan tema yang diajarkan
b.      Dokumen
Berupa nilai formatif untuk memperoleh data tentang hasil belajar atau prestasi belajar siswa sebelum dilakukan tindakan.
3.         Tes
Tes hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima bahan ajar dan untuk mengetahui peningkatan prestasi materi menggambar bentuk dalam pembelajaran Bahasa Jawa   setelah dilakukan tindakan

G.               Validasi Data
         Menurut Suharsimi Arikunto (1998:160) : “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau kurang sahih memiliki validitas rendah”.
         Dalam penelitian ini untuk menjamin kesahihan data dan mengembangkan validitas data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah menggunakan trianggulasi data (sumber) yaitu menggumpulkan data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda. Misalnya dibalik data yang berupa informasi, arsip dan peristiwa. Selain itu data base akan dikembangkan, disimpan agar sewaktu-waktu dapat ditelusuri kembali bila dikehendaki adanya verifikasi data.
         Berdasarkan prestasi siswa dalam kolaborasi dengan teman sejawat sebelum diadakan tindakan, prestasi belajar dalam pembelajaran Bahasa Jawa   rata-rata rendah. Setelah diadakan penelitian dan tindakan kelas yang menerapkan metode pembelajaran aktif, ternyata prestasi pemahaman membaca dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas 1 SD Negeri Cipinang Besar Selatan 20 Pagi.

H.                 Analisis Data
         Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (Huberman, 1984 dalam HB Sutopo, 1996:186). Analisis data dalam penelitian ini adalah model analisi interaktif yang mempunyai tiga komponen yaitu : 1) sajian data, 2) reduksi data, dan 3) penarikan kesimpulan atau verifikasi data masih berlangsung.
         Untuk jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan dengan skema berikut:
















 

 

 

  

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar