Rabu, 26 September 2012

BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A.           Landasan Teori
1.      Hakikat Kalimat Efektif
Kalimat yang disusun harus dapat mewakili pikiran penelitian dan mudah diterima pembaca. Kalimat yang mencapai sasaran dengan baik sebagai sarana komunikatif disebut kalimat efektif.
Menurut widjono (2008:161) “Kalimat efektif merupakan kalimat yang singkat, padat, jelas, lengkap dan dapat menyampaikan secara tepat”. Kalimat dapat dikatakan singkat karena hanya menggunakan unsur yang diperlukan saja, padat berarti mengandung makna sarat dengan informasi yang terkandung didalamnya. Sedangkan jelas maksudnya dari strukturnya kalimat dan makna yang terkandung didalamnya, dan sifat lengkap mengandung makna kelengkapan struktur secara gramatikal didalam kalimat.
Menurut Keraf (1984:36) “Menyatakan bahwa kalimat efektif merupakan kalimat-kalimat yang harus memenuhi syarat-syarat yaitu secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis dan sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh penulis”.
Kalimat efektif yang baik apabila yang dipikirkan atau yang dirasakan oleh penulis dapat diterima dan dipahami oleh pembaca sama benar dengan apa yang dipikirkan penulis. Kalimat efektif mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan berlangsung dengan sempurna.
Menurut Arifin dan S. Amaran Tasai (2008: 97) “Kalimat efektif adalah kalimat yang memilki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis”.
Kalimat efektif mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan berlangsung dengan sempurna. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan pembicara tergambar lengkap dalam pikiran penerima, persis seperti apa yang disampaikannya. Hal tersebut terjadi jika kata-kata yang mengandung kalimat itu sanggup mengungkapkan kandungan gagasan.
Menurut Keraf (1984:35) “Kalimat efektif adalah yang secara tepat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penelitian dan sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya seperti dalam pikiran dan gagasan pendengar atau pembaca.
Ingatlah bahwa sebuah gagasan hanya dapat dipahami dengan baik oleh mitra tutur apabila gagasan itu diungkapkan dengan jelas. Gagasan yang jelas hanya dapat diungkapkan dengan kalimat yang jelas pula, yakni kalimat efektif. Pendengar atau pembaca tidak akan dapat memahami gagasan penulis apabila tidak diungkapkan dengan kalimat yang jelas. Karena itu, kalimat efektif dapat diberi pengertian sebagai kalimat yang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan gagasan penutur sehingga pendengar atau pembaca dapat memahami gagasan yang terungkap dalam kalimat itu sebagai gagasan yang dimaksud oleh penutur.
Pengguanaan tanda baca tidak dapat diabaikan. Hal ini, karena tanda baca merupakan simbol untuk menandai kalimat tersebut efektif sebagai penandai akhir dalam satu kalimat. Oleh karena itu, tanda baca digunakan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat efektif haruslah secara sadar disusun oleh penulis untuk mencapai informasi yang maksimal. Jadi, kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya. Dengan kata lain, kalimat efektif selalu berterima secara tata bahasa dan makna. Sebuah kalimat dikatakan efektif apabila mencapai sasarannya dengan baik sebagai alat komunikasi.

2.      Ciri-ciri Kalimat Efektif
Agar sebuah kalimat yang ditulis dapat memberi informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan penulis, berdasarkan ciri-ciri kalimat efektif.
Menurut Widyamartaya (1990:19), “Ciri-ciri kalimat efektif yaitu mengandung kesatuan gagasan, mewujudkan koherensi yang baik dan kompak, merupakan komunikasi yang berharkat, memperhatikan paralelisme, diwarnai kehematan, didukung variasi, dibantu EYD”.
Kesatuan gagasan  adanya satu ide dalam kalimat. kalimat boleh panjang atau pendek, menggabungkan lebih dari satu kesatuan dapat mempertentangkan kesatuan yang satu dan yang lainya asalkan ide atau gagasan kalimatnya tunggal. Koherensi dalam kalimat tidak keluar dari ide pokok kalimat, artinya saling keterkaitan. Paralelisme kesejajaran bentuk ini dapat memberikan kejelasan dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam kontruksi yang sama, kehematan dalam kalimat tidak bertele-tele, kevariasian  dilakukan dengan cara merubah posisi subjek dan predikat mengawali kalimat dengan menggunakan sebuah kata atau frase, penggunaan kalimat panjang atau pendek, atau dengan menggunakan berbagai jenis kalimat supaya tidak monoton.
Menurut Putrayasa (2010:48), “Kalimat efektif mempunyai empat ciri-ciri, yaitu: kesatuan (unity), kehematan (economy), penekanan (emphasis), kevariasian (variaty)’. Kesatuan adanya keselarasan antara subjek, predikat, objek dan keterangan. Kehematan merupakan hubungan jumlah kata yang digunkan dengan luas jangkauan makna yang diacu. Penekanan upaya memberikan penegasan agar memdapat perhatian pendengar atau pembaca, dan kevariasian merupakan penampilan beda dalam kalimat sehingga tidak ada kebosan oleh pendengar atau pembaca. Sedangkan menurut Soedjito (1991:1), “Ciri-ciri kalimat efektif adalah ciri gramatikal, pilihan kata, penalaran, dan keserasian”. Artinya”kalimat tidak keluar dari aspek bpembentuk kalimat yakni diksi dan kelogisan yang tidak tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Menurut Arifin dan S. Amaran Tasai (2008:97) “Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri, yaitu kesepadaan struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran, kepaduan gagasan,  dan kelogisan bahasa, kalimat yang dibuat mudah dipahami pembaca”.
Untuk memperjelas ciri-ciri kalimat efektif yang dikemukakan oleh beberapa ahli perhatikan uraian berikut:

a.       Kesepadanan
Menurut Arifin dan S. Amaran Tasai (2008:143) “Kesepadanan merupakan keseimbangan antara gagasan dan struktur bahasa yang dipakai”. Kesepadanan dalam kalimat efektif ialah kemampuan struktur bahasa dalam mendukung gagasan atau ide yang akan disampaikan. Pada umumnya dalam kalimat terdapat pokok pikiran yang akan disampaikan disertai komentar atau penjelas mengenai pokok pikiran tersebut. Artinya, dalam sebuah kalimat sekurang-kurangnya harus memiliki subjek dan predikat, atau dapat ditambah dengan objek, pelengkap, atau keterangan.
Kesatuan dalam komposisi ialah kesatuan antara penataan unsur-unsur kalimat dengan penalaran peneliti. Oleh karena itu, unsur-unsur dalam kalimat harus ditata dengan cermat, sehingga membentuk kesatuan arti dan kesatuan bentuk.
Contoh kalimat salah:
1.      Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi. (tidak mempunyai subjek/predikatnya tidak jelas)
2.      Saya punya rumah baru saja diperbaiki. (struktur kalimat tidak benar atau rancu)
3.      Tentang kelangkaan pupuk mendapat keterangan para peteni. (unsur S-P-O tidak berkaitan erat)
4.      Yang saya sudah sarankan kepada mereka adalah merevisi anggaran itu proyek. (salah dalam pemakaian kata/frase)
Contoh kalimat benar:
1.      Setiap pengemudian mobil harus memiliki surat izin mengemudi.
2.      Rumah saya baru saja diperbaiki.
3.      Para petani mendapat keterangan tentang kelengkapan pupuk.
4.      Yang saya sudah sarankan kepada mereka adalah merivisi anggaran proyek itu.

b.      Kesatuan
Menurut Finoza (2008:147) “Kesatuan merupakan ide poko dalam sebuah kalimat. Dengan ide kalimat boleh panjang atau pendek, menggabungkan lebih dari satu kesatuan dapat mempertentangkan kesatuan yang satu dan yang lainya asalkan ide atau gagasan kalimatnya tunggal. Penutur tidak boleh menggabungkan dua kesatuan yang tidak mempunayai hubungan sama sekali ke dalam sebuah kalimat.
Contoh kalimat yang tidak jelas kesatuan gagasannya:
1.      Pembangunan gedung sekolah baru pihak yayasan dibantu oleh bank memberikan kredit. (terdapat subjek ganda dalam kalimat tunggal)
2.      Dalam pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik. (memakai kata depan yang salah sehingga gagasan kalimat menjadi kacau)
3.      Berdasarkan agenda manajer personalia akan memberikan pengarahan kepada pegawai baru. (tidak jelas siapa yang memberi pengarahan)
Contoh kalimat yang jelas kesatuan gagasannya:
1.      Pihak yayasan dibantu oleh bank yang memberi kredit untuk membangun gedung sekolah baru.
2.      Pemabngunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik.
3.      Berdasarkan agenda sekretaris manajer personalia akan memberi pengarahan kepada pegawai baru.



c.       Kesejajaran dan Paralelisme
Kesejajaran atau paralelisme dalam kalimat adalah penggunaan bentuk-bentuk yang sama yang dipakai dalam sususan serial.
Menurut keraf (1984:47), “Paralelisme atau kesejajaran bentuk ini dapat memberikan kejelasan dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam kontruksi yang sama.” Artinya, jika sebuah ide dalam suatu kalimat dinyatakan dalam bentuk frase, maka ide-ide lain yang sederajat juga harus dinyatakan dalam bentuk frase. Jika ide dalam bentuk nomen, maka ide lain yang sederjat harus dinyatakan dalam bentuk nomen.
Contoh kesejajaran atau paralelisme yang salah:
Harga minyak dibekukkan atau kenaikan secara luwes.

d.      Penekanan
Menurut Putrayasa (2010:56) “Penekanan merupakan kalimat upaya memberikan penegasan untuk lebih mendapatkan perhatian dari pendengar atau pembaca. Penekanan usaha untuk membuat gagasan yang akan diungkapkan menjadi lebih jelas. Seorang peneliti dapat memberikan penekanan dalam kalimat dengan cara perubahan dalam kalimat, repetisi, atau penggunaan partikel seperti: ah,-pun, dan -kah.

e.       Kehematan
Menurut Arifin dan S. Amaran Tasai (2008:143) “Kehematan merupakan kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku”. Penggunaan kalimat yang panjang dan berbelit-belit akan menyulitkan pembaca untuk mendapatkan pesan yang akan disampaikan. Kehematan dapat dilakukan dengan cara menghnidari pengulangan subjek. Penggunaan kata umum dan khusus dalam kalimat, dan penggunaan kata atau frase yang memiliki kesamaan arti dalam satu kalimat.
Contoh kalimat yang tidak hemat kata:
Agar supaya anda dapat memperoleh nilai ujian yang baik anda harus belajar dengan rajin.
Contoh kaliamt yang hemat kata:
Agar anda memperoleh nilai ujian dengan baik, belajarlah dengan rajin.

f.       Kevariasian
Menurut putrayasa (2010:64) “Kevariasian merupakan penulisan dengan pola kalimat yang sama akan membuat suasana monoton atau datar sehingga akan menimbulkan kebosanan pada pembaca”. Kevariasian dalam kalimat, dimaksudkan untuk memberikan kesegaran dalam penelitian. Penggunaan kalimat yang bervariasi dapat menimbulkan suasana yang nyaman, tidak kaku, dan monoton. Tulisan yang monoton cenderung membosankan. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan cara merubah posisi subjek dan predikat mengawali kalimat dengan menggunakan sebuah kata atau frase, penggunaan kalimat panjang atau pendek, atau dengan menggunakan berbagai jenis kalimat. Perhatikan contoh kalimat yang lemah dari segi logika berbahasa berikut ini.

Mang Jaja dari kompas menganggap hal ini sebagai satu isyarat sederhana untuk bertransmigrasi. (frase benda)

g.      Kelogisan
Menurut Finoza (2008:152) “Kelogisan adalah terdapatnya arti kalimat yang logis atau masuk akal”. Logis dalam hal ini juga menuntut adanya pola pikir yang sistematis. Sebuah kalimat yang sudah benar strukturnya, sudah benar pula pemakaian tanda baca, kata atau frase, dapat menjadi salah jika maknyanya lemah dari segi logika berbahasa, perhatikan contoh kalimat yang lemah dari segi logika berbahasa berikut ini.
1.      Kambing sangat senang bermain hujan. (padahal kambing tergolong binatang anti air)
2.      Kepada bapak (dekan), waktu dan tempat kami persialahkan. (waktu dan tempat tidak diperlukan)
Berdasarkan uraian di atas bahwa ciri-ciri kalimat efektif adalah untuk menjadi acuan dalam pembuatan kalimat yang memperhatikan kesepadanan, kesatuan, kesejajaran dan paralelisme, penekanan, kehematan, kevariasian, dan kelogisan.

3.        Hakikat Diksi
Melakukan kegiatan menulis diperlukan kosakata yang cukup banyak. Penguasaan sejumlah besar kata memungkinkan seseorang dapat menghasilkan tulisan yang baik. Kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan, maka hal itu, berarti semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasai dan yang sanggup diungkapkannya. Kosakata yang banyak itu hanya akan memiliki nilai sejauh kemampuan penulis dalam memilih kata-kata yang paling harmonis untuk mewakili maksud atau gagasannya. Oleh sebab itu, penulis harus terampil memilih kata atau sejumlah besar kata yang dikuasainya.
Menurut keraf (1984:24) “Mengemukakan bahwa kemampuan memilih kata adalah kemampuan membedakan secara tepat kata sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimilki oleh kelompok masyarakat”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa masalah pemilihan kata pada dasarnya berkisar dua hal, yaitu ketepatan dan kesesuaian menggunakan kata-kata. Dalam ketepatan pilihan kata dipersoalkan masalah kesanggupan sebuah kata atau rangkaian kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca sebagaimana yang dipikirkan atau dirasakan penulis.
Arifin dan S.Amran Tasai (2008:28) “Diksi adalah pilihan kata”. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karangan-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Kata yang tepat membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang disampaikan, baik lisan maupun tulisan.
Menurut Keraf (2004:87) “Pilihan kata merupakan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara”.
Kata yang digunakan untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat supaya kalimat tersebut akan tersampaikan dengan baik oleh pembaca. Pesan yang disampaikan oleh penulis akan sama seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis.
Menurut Finoza (2008:105), Diksi adalah “hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa”. Pemilihan kata dilakukan apabila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Dari kata itu dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian yang nantinya dapat dipahami .
Menurut Putrayasa (2010:7) Menyatakan bahwa pilihan kata yang tepat ialah yang memenuhi isoformisme, yaitu kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau adanya kesamaan struktur kognitif. Isoformisme terjadi manakala komunikan-komunikan  berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, dan ideologi yang sama tidak adanya kerancuan pada pilihan kata atau diksi.
Dari urain di atas dapat disimpulkan bahwa pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat kata sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi serta nilai rasa yang dimilki oleh kelompok masyarakat.

4.      Ejaan
Pemakaian ejaan meliputi penggunaan huruf, penulisan huruf kapital, huruf miring, pemenggalan, penggabungan kata, penulisan kata dan pungitasi.
Penguitasi atau tanda baca harus digunakan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya. Hal ini, karena pungitasi merupakan simbol untuk menandai dalam bahasa tulis. Kesalahgunaan tanda baca dapat menyebabkan kalimat tidak efektif. Tanda baca yang ada dalam bahasa Indonesia meliputi; titik, koma, titik koma, titik dua, tanda petik, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru, tanda hubung, tanda pisah, ellipsis, tanda kurung, tanda kurung siku, dan garis miring.
Menurut Widjono (2008:40) “Ejaan merupakan syarat utama dalam berbahasa tulis”. Materi ejaan menyajikan, pemakaian huruf; huruf kapital, huruf kecil, dan huruf miring, penulisan kata dasar; kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti ku, kau, mu, -nya, kata depan, kata si dan sang, partikel, singkatan dan akronim, angka dan lambang bilang, penulisan unsur serapan dan tanda baca.
Menurut Finoza (2008:15) “Ejaan merupakan seperangkat aturan atau kaidah perlambangan bunyi bahasa, pemisah, penggabungan, dan penulisan dalam suatu bahasa”. Artinya, ejaan menjadi pengatur sistematis penulisan yang dilambangkan untuk membatasi tulisan. Ejaan juga memaknai tulisan yang sulit untuk dipahami oleh pembaca. Adanya ejaan maka tulisan mudah dipahami oleh pembaca dan kalimat menjadi efektif.
Menurut Putrayasa (2010:21) “Ejaan merupakan keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa)”.
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa  ejaan merupakan aturan yang digunakan dalam melambangkan bunyi ujaran dan hubungan antara lambang-lambang tersebut dengan yang dilambangkannya. Lambang-lambang tersebut dapat dijadikan sebagai pemisah dan penggabung suatu bahasa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ejaan merupakan keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarahubungan antara lambang-lambang itu (pemisah dan penggabungan dalam suatu bahasa) yang sesuai dengan kondisi dalam suatu kalimat. Secara teknis yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.

5.      Hakikat Karangan Narasi
Karangan merupakan salah satu bentuk keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Dalam kehidupan modern ini, keterampilan mengarang atau menulis sangat dibutuhkan. Tidak terlalu berlebihan apabila dikatakan bahwa keterampilan mengarang merupakan salah satu ciri orang terpelajar karena mengarang menutut kemampuan menyusun gagasan dalam pikiran kemudian mengutarakanya dengan jelas. Kejelasan ini tergantung pada pikiran, organisasi, penggunaan kata-kata dan struktur kalimat secara cermat.
Menurut Busrodin (1995:5) “Mengarang merupakan pencipta, karena untuk menyusun karangannya ia sering harus membaca buku di sana-sini, mencari kata pada beberapa kamus, tetapi belum mendapatkan yang dicari, dan terpaksa membentuk sendiri”.
Dengan membaca dan memahami informasi-informasi yang disajikan dalam karangan-karangan itu kita dapatkan memperkaya pengetahuan dan memperluas wawasan, serta memperhalus dan meningkatkan kepekaan jiwa kita, sehingga dapat mengikuti perkembangan berbagai bidang kehidupan.
Kemampuan mengarang untuk menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan. Dalam kaitan itu, seorang penulis dituntut memiliki kemampuan untuk menuangkan gagasannya secara berjenjang. Oleh karena diperlukan latihan secara berkala dalam mengarang terutama dalam karangan narasi.
Menurut Finoza (2008:222), “Karangan narasi merupakan suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu”
Karangan narasi berlangsung dalam kesatuan waktu yang diambil dari peristiwa dalam bentuk tulisan. Karangan ini berusaha menciptakan karangan yang berupa pengalaman dari penulis. Pengalaman tersebut dituangkan ke tulisan sebagai penyampaian gagagsan atau pesan kepada pembaca.
Arifin dan S.Amran Tasai (2010:180) “Karangan narasi adalah karangan peristiwa yang berhubungan dengan cerita”. Rangkaian peristiwa yang diungkapkan dapat merupakan kejadian sebenarnya. Dapat pua hasil imajinasi atau khayalan  pengarang cerita. Narasi tersebut juga karya  fiksi.
Suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi berusaha menjawab sebuah proses yang terjadi tentang pengalaman atau peristiwa manusia dan dijelaskan dengan rinci berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu.
Senada yang dikatakan Kundharu Saddhono dan Slamet (2012:101) “Karangan narasi merupakan ragam wacana yang dimaksudkan yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa”. Sasaran adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, urutan, langkah, atau rangkaian terjadinya suatu hal.
Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2002:4.31) ”Karangan narasi adalah karangan yang menyajikan serangkai peristiwa”. Karangan ini berusaha menyampaikan serangkai kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik dari cerita itu.
Langkah-langkah yang perlu diperlukan dalam membuat karangan narasi, yaitu:
1.         Menetukan tema karanga.
2.         Membuat cerita singkat.
3.         Membuat cerita singkatan. Cerita singkat dibagi beberapa bagian yang disusun secara logis dan merupakan karangan cerita.
4.         Menetukan tokoh dan perwatakan.
5.         Menentukan suasana dan latar belakang cerita.
6.         Menentukan urutan penyaijian atau plot.
Cerita biasanya dibagi sebagai berikut:
a.         Pengarang melukisan suatu keadaan.
b.         Mulai terjadinya peristiwa.
c.         Keadaan mulai memuncak.
d.        Terjadinya peristiwa besar yang menimbulkan klimaks.
e.         Pemecahan masalah dari semua peristiwa.

Perlu diketahui bahwa narasi terjadi adanya peristiwa atau kejadian yang sudah disusun beruntun melalui tulisan yang dituangkan oleh penulis.
Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2002:4.47) mengarang sebuah cerita adanya pengembangan yang harus diperhatikan antara lain:
1.         Penyusunan detail-detail dalam urutan (sequence)
Salah satu ciri khas karangan narasi jika dibandingkan dengan karangan yang lain adalah adanya organisasi detail-detail ke dalam urutan ruang waktu yang menyarankan adanya bagian awal, tengah, dan akhir cerita. Dilihat dari perbuatan tokoh narasi terdiri dari beberapa pengisahan yang mengalami gerakan dari suatu adegan berikut:
a.       Pengisahan narasi yang mementingkan aspek tempat, dapat menggunakan cara; 1) mulai dari bagian tengah atau pusat ke bagian tepi atau pinggir. 2) mulai dari bagian tepi atau pinggir ke bagian tengah tengah atau pusat.
b.       Pengisahan narasi yang menojolkan aspek waktu dapat menggunakan cara; 1) urutan kronologis, yaitu pergantian pengisahan peristiwa dari waktu mengawali ke waktu berikutnya. 2) urutan epik ialah pergantian pengisahan peristiwa dengan dimulai dari insiden atau keadaan yang penting, menarik, luar biasa, atau mengasyikan, kemudian mengisahkan peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya.
c.       Pengisahan narasi yang menekankan aspek adegan, dapat menggunakan cara; 1) straightforwd, yakni cerita dikisahkan secara berturut-turut, gerakan maju dari suatu kejadian ke kejadian berikutnya. 2) beralur (plotted), yakni cerita disusun untuk merangsang tegangan melalui penyisipan cerita dengan menggunakan peritiwa-peristiwa yang telah lalu secara flashback, atau memakai peristiwa-peristiwa yang sudah diperhitungkan terjadi pada waktu yang akan datang.

2.         Penggunaan deskripsi, eksposisi dan dialog
Menulis narasi merupakan suatu usaha supaya peristiwa menjadi jelas dan menarik serta menunjukkan kebenaran pada pembaca. Untuk mencapai maksud berikut, narasi menggunakan deskripsi, eksposisi dan dialog dalam penyajiannya.
a.           Deskripsi dalam narasi dapat menolong pada saat menciptakan sebuah karangan yang sesuai dengan suasana yang dikehendaki. Deskripsi juga akan lebih jelas, jika pengarang pandai menggunakan kata-kata yang merangsang pancaindera. Pembaca diajak untuk menghayati sepenuhnya peristiwa yang diceritakan.
b.          Eksposisi memuat keterangan atau penjelasan sesuatu tentang pokok persoalan tertentu, baik itu faktual maupun imajinatif, berupa ide atau opini. Eksposisi dalam narasi akan memberikan penjelasan atau komentar mengapa ada hal-hal yang tertentu yang terjadi dan mengapa tokoh tertentu melakukan perbuatan tertentu pula.
c.           Untuk menghidupi ceritanya, pengarang sering sekali menggunakan dialog dalam ceritanya. Dari dialog yang dilakukan para tokoh cerita, bisa menangkap kesan dari tokoh cerita.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan narasi merupakan kegiatan mengarang atau menulis yang menuntut kemampuan menyusun gagasan dalam pikiran kemudian mengutarakanya dengan jelas untuk menyampaikan serangkai kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik dari cerita itu.

B.            Hasil Penelitian yang Relevan
Perbedaan  skripsi ini muncul pada saat penulis membaca selisih sksipsi yang biodata sebagai berkiut:
Nama                             : Rouli Simanjuntak
NPM                              : 200721570034
Judul Skripsi                  : Analisis Kalimat Efektif dalam Karangan Siswa
Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan Dhrama
Paramitha Jakarta
Tahun Pembuataan        : 2009
Universitas                     : Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
Perbedaan dan persamaan antara penelitian yang dilakukan Roul Simanjuntak dengan penulis sebagai berikut:
Persamaan : sama-sama melakukan penelitian analisis kalimat efektif. Sama menggunakan sampel karangan siswa. Sama-sama menggunakan metode dan pendekatan yang sama, yakni menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Perbedaan : tujuan yang dicapai pada penelitiannya sangat berbeda dengan penulis. Penulis bertujuan untuk mengkaji tentang karangan narasi siswa, sedangkan Roul Simanjuntak menganalis karangan siswa.  tujuannya supaya kalimat yang dibuat oleh siswa kelas X Sekolah Menengah Atas PGRI 4 menggunakan kaidah Bahasa Indonesia yakni kalimat efektif.
Kesimpulan: berdasarkan hasil analisis data yang telah disajikan pada bab IV, maka dapat simpulkan kalimat tidak efektif yaitu: pada kesatuan sebanyak 8 atau dalam bentuk persentase sebesar 9,88%, kepadauan sebanyak 11 atau sebesar 13,21%. Kegetegasan sebanyak 1 atau 1,23%, dan diksi sebanyak 14 atau 17,28%, sedangkan ejaan sebanyak 12 atau 14,81%. Hasil data tesebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa penggunaan kalimat tidak efektif yang digunakan pada kesalahan ketidakhematan penggunaan kata pada kalimat, penggunaan diksi yang salah, dan penggunaan ejaan yang tidak tepat, serta kalimat tidak kepaduan maknanya.

C.           Kerangka Berpikir
Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks yang mengukapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Artinya, secara lisan kalimat diiringi oleh alunan titik nada, disela jedah, dan diakhiri dengan intonasi selesai. Adapun secara tulisan kalimat dimulai dengan huruf adalah rangkaian kegiatan seseorang mengemukakan gagasan dan menyampaikan secara tertulis kepada pembaca, untuk dipahami tepat seperti yang dimaksud oleh pengarang maka kalimat yang digunakan kalimat efektif.
Seseorang dapat menyapaikan pesan kepada pembaca jika kalimat yang digunakan menggunakan kalimat efektif dalam mengarangnya. Tujuan mengarang adalah menyampaikan informasi atau menuangkan isi pikiran. Seseorang dapat dikatakan mampu menulis jika tulisanya mampu menyampaikan informasi atau mengungkapkan ini pikiran dengan benar dan mudah dipahami pembaca.
Mengarang adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengemukakan fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada pembaca.
Jadi, pada dasarnya mengarang adalah sebuah kegiatan mengemukakan gagasan atau informasi melalui lambang-lambang tulisan, sehingga dapat dipahami dengan tepat oleh pembaca. Oleh karena itu, seorang penulis harus menguasai aturan tata tulis dan mampu menuangkan gagasan dan informasi dalam bentuk bahasa.
Bahasa merupakan hal utama yang perlu diperhatikan dalam mengarang atau menulis. Sebagai sebuah karangan harus tunduk pada kaidah komposisi yang meliputi penggunaan ejaan, diksi, dan kalimat. Ejaan termasuk pungtuasi harus digunakan setepat-tepatnya dengan berpedoman pada Ejaan Yang Disempurnakan. Diksi yang digunakan harus tepat, sesuai, umum, dan sopan. Kalimat yang digunakan harus kalimat efektif.
Pesan gagasan, atau informasi yang akan disampaikan karangan berwujud rentetan kalimat-kalimat. Oleh karena itu, kalimat yang digunakan dalam karangan narasi kalimat efektif. Sebuah kalimat dikatakan efektif jika dapat menyampaikan sasarannya dengan baik sebagai alat komunikasi.
Oleh karena itu, kalimat yang akan digunakan dalam wacana harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi keefektifan sebuah kalimat, seperti : kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran, penekanan, kehematan, dan kevariasian. Selain itu, ditambah dengan penggunaan ejaan dan diksi yang tepat.
Kemampuan menulis karangan harus sering dilatih oleh guru bahasa Indonesia karena menulis karangan narasi bukan hal yang mudah. Wacana siswa harus dianalisis agar dapat dilihat kesalahan yang sering dilakukan siswa ketika menulis karangan narasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar